Mengubah Paradigma Eklusifisme Pesantren

 

 

Berkaca dari Kasus Herry “Cabul” Pemilik boarding school Madani dan oknum Pimpinan Rumah Tahfidz di Tasikmalaya yang sekarang sudah masuk di jeruji besi.

Ibarat terjerumus ke Lubang Hitam yang Pekat

Ngeri lebih lebih digerayangi kunti lanak bergaun merah di malam jumaat kliwon. Atau bahasa apa yang tepat menjadi branding bagi Herry diduga pemilik lembaga boarding school pemerkosa 12 santri belia, kalau tidak iblis ya bejat lebih rendah dari binatang ternak.

Saya pernah mencoba menyatukan ayam jantan yang sedang kemaruk dengan ayam betina yang usianya masih danten/belum dewasa

Ayam janten tidak mau bahkan sama sekali tidak tertarik untuk berhubungan badan dengan ayam yang belum dewasa… Walaupun kesempatannya terbuka luas… Mereka hanya berdua di dalam kandang.

Jadi apa yang dilakukan Herry sebetulnya sudah digambarkan sekaligus sebagai peringatan di Alqur’an, bahwa ia lebih rendah dan hina dibandingkan bintang ternak.

Bahkan perbuatan kejinya melampaui binatang ternak…

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah).

Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.

PESANTREN TEMPAT YANG RAMAH ANAK DAN TAK EKLUSIF

Sejak saya mendirikan pesantren khusus anak – anak yang bernama Pesantren Terpadu Cintaraja, saya menolak faham Eklusifisme pesantren. Yang kebanyakan membatasi kunjungan orang tua.

Bahkan anak tidak diperkenankan bertemu dengan orang tuanya, atau dibatasi waktu -waktu tertentu dengan salah satu alasan takut anak tidak kerasan mondok sehingga ada peluang ikut kembali ke orang tuanya.

Atau mengganggu tatanan yang sudah menjadi tata tertib Pesantren dan lain sebagainya.

Pemahaman intu tentunya tidak salah sebab Pesantren memiliki otonomi kebijakan secara sendiri sendiri atau mandiri tidak bisa di interpensi oleh pihak manapun.

Sebagaimana otoritas pemikiran saya, semakin banyak dikunjungi orang tua dan anak nya didekap orang tua minimal 15 menit saja saat bertemu, sekaligus ia berdoa dan menitipkan jiwanya raga nya, anaknya kepada yang maha menjaga yang maha menyayangi maka disaat itu juga Allah SWT mengabulkan doa ibunya sebagai ijbah doa bagi anaknya.

Pertalian bathin menyatu, meski raga berpisah tapi aura positif akan tetap menancap kuat di sanubari anak.

Dengan cara ini juga saya tidak merebut hak – hak kebersamaan dan kasih sayang anak terhadap orang tuanya.

Hasilnya meski kerap dikunjungi anak2 tetap memilih tinggal di pesantren dan lebih betah di pesantren, bahkan keinginan orang tua pun untuk mengajak anaknya pulang beberapa saat seringkali ditolak.

Cara ini juga menjadikan persntren sebagai institusi pendidikan keagamaan tidak EKLUSIF terbuka, jangan terkontaminasi yang mengubah esensi pesantren dengan label boarding school yang memuat aturan ketat dan tidak substansi. Atau pesantren yang terlahir dari kultur dukungan masyarakat sebaliknya terpilarisasi oleh gaya boarding school biar dipandang kekinian dan lebih modern.

Keterbukaan juga akan menjadi starting point untuk controling sebagai komunikasi dua arah sekaligus menjadi penyeimbang dari orang tua dan pihak pesantren, khususnya tentang capaian pembelajaran anak, fasilitas yang diperoleh anak, dan masukan yang bersifat konstruktif dan pesantren menjadi demokratis tidak anti kritik.Baik masalah pembelajaran atau fasilitas santrinya.

Pesantren harus berani membuka diri tak alergi terhadap kritik orang tua santri. Sebaliknya jangan ada pemahaman jika dikritik tidak beretika dan akan kwalat.

Pesantren berperan penting membidani kelahiran ulama ulama besar pemimpin bangsa yang demokratis dan mampu mengolah perbedaan sebagai rahmat dari Allah SWT.

Berdasarkan spektum sejarah bangsa, keberadaan Pesantren memiliki peran penting dalam membidani kelahiran tokoh tokoh besar bangsa dan kemerdekaan negara kita.

Pesantren khususnya dikenal karena

keberadaan mereka yang sudah lama di tengah-tengah masyarakat. Pesantren juga menjadi alternatif dunia pendidikan yang murah dan ramah terhadap anak

kepada mereka yang datang dari keluarga tidak mampu di daerah pedesaan (kebanyakan di

pulau Jawa). Karena Sang kyai sebagai leading sektor atau satke holder Pesantren mengajar secara iklas, menanamkan kesabaran, mengenalkan kesederhanaan dan meminta upah hanya kepada Allah SWT.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *