Awas Narkoba Jenis Baru Sudah Masuk Ke Batita ( Bayi Tiga Tahun).

Oleh : Tahyudin Pengasuh Ponpes Anak-Anak, Tanpa Gadget Terpadu Cintaraja.

 

 

Assalamualaikum

Saya telah berdiskusi panjang dengan Dr. Gumilar, S.Pd.,MM.,CH.,CHt.,pNNLP seorang ahli rehabilitasi penyakit mental dan kejiwaan.

Ini fakta masyarakat Indonesia dan masyarakat Tasikmalaya khususnya sedang diserbu oleh narkoba jenis baru. Dan hati- hati tanpa disadari narkoba pendatang baru itu sudah mengetuk pintu rumah kita bahkan menjadi tamu istimewa di rumah kita.

Tamu istimewa itu bernama cyber drugs/narkoba jejaring sosial atau narkoba online yang dampaknya dua kali lipat lebih dasyat dari narkoba konvensional seperti Heroin, putaw,ganja dan kokain.

Kini masyarakat dunia memasuki era digital dan menjadi bagian dari global village.

Era digital melalui media baru memberikan transformasai dalam arus informasi.

User generated content menjadi salah satu ciri dari disrupsi teknologi kini.

Artinya semua pengguna internet dapat dengan leluasa disamping menerima informasi juga menyerbarluaskan pada berbagai platform.

Teknologi bukan saja telah menghapus batasan atau bordless melainkan juga telah memberikan akses sepenuhnya pada masyarakat dalam berkomunikasi.

Namun demikian, era digital juga memiliki ekses negatif.

Dalam dunia cyber ada istilah yang populer yaitu darknet. Berdasarkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), darknet menjadi sebuah “ruang” yang seringkali digunakan untuk aktivitas terselubung terutama tindak kejahatan termasuk di dalamnya transaksi jual-beli narkoba.

Transaksi dan distribusi narkoba dapat difasilitasi melalui jaringan internet dengan memanfaatkan darknet.

Kebanyakan pengguna bersifat anonim, sistem mutakhir, serta sulitnya akses untuk menemukan adanya tindakan kejahatan melalui mesin (search engine), memungkinkan darknet menjadi “pasar gelap favorit” yang tidak terdeteksi dalam memberikan ruang terhadap berbagai bentuk bisnis ilegal.

Tapi tahu kan ayah bunda jika narkoba kasat mata ini bisa saja terdeteksi bahkan pelakuknya bisa masuk jeruji hingga hukuman mati?

Sedangkan sahabat anak- anak kita Cyber drugs ini meski memiliki candu dua kali lipat ketergantungannya tapi sulit diberantas dan dibuktikan secara hukum.

Dalam versi terbaru ICD-11, WHO menyebut bahwa kecanduan game merupakan disorders due to addictive behavior atau gangguan yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.

Seseorang yang lebih memprioritaskan bermain game daripada melakukan kegiatan positif yang lain dikatakan behavioral disorder atau gangguan perilaku.

Disaat orang- orang yahudi atau musuh negara kita para pengedar jaringan perngedar internasional tertangkap, sebab ada bukti fisik narkoba yang bisa dijadikan barang bukti.

Kini dengan aman dan sudah menjadi candu dengan kadar formulasi yang tepat dan berkelanjutan berdasarkan usia tanpa disadari anak- anak kita menjadi pemakai/ pecandu.

Sasarannya anak- anak mulai batita (Bayi tiga tahun) , hingga remaja dan endingnya pecandu menjadi mayat hidup. Narkoba. Jenis baru itu atau Cyber drugs diselundupkan melaui candu game olnline : Free Fire.

Mobile Legends: Bang Bang.

PUBG Mobile.

Genshin Impact.

Stumble Guys.

Call of Duty: Mobile.

Arena of Valor (AoV)

Clash of Clans.

Jika saja narkoba yang konvensional efek keparahannya merusak tiga jaringan syaraf otak, maka cyber drugs mampu meruntuhkan semua tatanan yang paling vital, enam atau semua jaringan syaraf yang terhubung ke otak manusia.

Dampaknya para pecandu akan manusia menjadi ” zombi” atau mayat hidup dan mudah sakaw jika tidak bermain game.

Dan akan naik tungkatan merambah ke judi online.

Para pecandu judi online atau pecandu cyber drugs memiliki efek yang sama seperti kokain, heroin, nikotin, dan alkohol, yang mengaktifkan sistem ‘hadiah’ di otak manusia.

Sistem ini mendapat tenaga dari dopamin, yaitu neurotransmitter di dalam otak yang memperkuat sensasi kenikmatan dan menghubungkan sensasi tersebut dengan perilaku atau tindakan tertentu.

Pecandu cyber drugs itu syaraf otaknya nya sudah pecah, jaringan syarafnya mengumpal, sudah hilang sisi kemanuisaannya dan tidak lagi bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk.

Efeknya demi mendapatkan candu Cyber drugs ia akan melakukan apa saja termasuk menjadi seorang kriminal.

Game-game online ini mulai diformulasikan tanpa disadari oleh kita sebagai orang tuanya.

Diresepkan ( formulasi) dimulai untuk anak batita (bayi tiga tahun ) jika masih berlanjut bermain game akan menjadi pecandu di usia 12 tahun. Dan seterusnya, jika tidak segera direhabilitasi, lamanya minimal 4 bulan akan terus naik tingkat menjadi pecandu di usia 17 tahun.

Di usia 17 tahun akan naik tingkat menjadi pecandu hingga usia 23 tahun dan diduga sudah melakukan kegiatan kriminal, lainnya.

Rehabilitasinya membutuhkan waktu minimal 7 -12 bulan.

Akan terus melakukan aktifitas kegiatan negatif hingga usia dewasa.

Ini sudah mencapai tingkat keparahan dua kali lipat pecandu narkoba konvensional ” mayat hidup” untuk rehabilitasinya membutuhkan waktu minimal hingga tiga tahun hingga dinyatakan sembuh oleh medis.

Pertanyaannya apakah kita sadar jika anak batita kita sudah menjadi pecandu dan sangat akrab dengan game online bahkan menjadi tamu istimewa di rumah kita?

Ayah bunda sangat lah tepat menitipkan anak kesayangannya sejak usia dini di Ponpes Terpadu Cintaraja, yang memiliki ketegasan tidak boleh bermain hape.

Perkenalkan lah gadget kepada anak ayah bunda dikala usianya dewasa itu pun harus tetap terkontrol dengan ketat tentang konten apa yang dikonsumsinya.?

Semoga upaya kami komitmenya mampu dilasanakan dan bekerjasama dengan ayah bunda di rumah supaya melarang anandanya bernain hape.

Sebab ini fakta setiap bulannya di satu tempat rehabilitasi mental/ kejiwaan Ponpes Nurul Firdaus, Panumbangan, Ciamis setiap bualannya minimal ada 50 pasien kecanduan game online dan judi online yang harus direhab jiwanya.

Dengan biaya mahal, mungkin seperti gunung es banyak yang tidak mampu menjalankan rehabilitasi.

Atau di tempat lain mungkin jika diakumulasi pecandu cyber drugs angkanya akan mencapai jumlah yang fantastis.

Tapi bukan kah game online itu ada manfaatnya? Hingga diolimpiade kan di kancah internasional bahkan dunia?

Pertanyaannya mengapa Indonesia banyak mendominasi para juara game online dibandingkan dengan negara maju yang mayoritas penduduknya bukan muslim?

Lalu mafaatnya untuk apa dan untuk siapa? Para juara hanya akan menjadi pencipta game- game baru yang efeknya tetap merusak syaraf otak manusia.

Semoga tulisan ini memberi manfaat untuk kita sebagai orang tua.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *